Friday 12 July 2013



“Saya suka mengontrol permainan. Saya lebih suka bertanggung jawab atas nasib tim kami sendiri. Jika tim Anda lebih baik dari tim lawan maka setidaknya tim Anda punya peluang 79 persen untuk memenangkan laga. Bukan masalah tim Anda besar atau kecil, kalau tim Anda sulit menguasai bola maka akan lebih sulit untuk mencetak gol.” (Brendan Rodgers, 2012).

Setahun sudah Brendan Rodgers menjabat sebagai pelatih Liverpool, tepatnya pada 1 Juni 2012. Penunjukkan Rodgers untuk menggantikan Kenny Dalglish mengundang banyak reaksi, banyak yang mendukung tapi tidak sedikit pula yang kurang setuju. Mereka yang setuju, menilai Rodgers adalah pelatih muda potensial dan sukses membesut Swansea City yang minus pemain bintang, Di sisi lain, banyak juga yang meragukan kemampuannya. 

Para fans banyak yang berharap Dalglish tetap dipertahankan, ada juga yang berharap ada pelatih top yang ditunjuk, sebagian ada juga yang marah karena nama Rafael Benitez sama sekali tidak dipertimbangkan. Setahun berlalu, reaksi beragam itu masih terus berlanjut. Sebagian fans masih mendukung ia tetap dipertahankan karena sudah membangun fondasi tim yang solid meskipun belum membuahkan prestasi maupun gelar. Ada pula yang mengganggapnya biasa-biasa saja dan ada juga yang berpendapat bahwa Rodgers tidak tahu apa yang harus dilakukan dan seharusnya dipecat. 

Tiap orang boleh berpendapat, tapi faktanya pria asal Irlandia Utara itu masih menjabat sebagai pelatih The Reds. Lalu, apakah Liverpool sudah membuat kemajuan bersama sang pelatih? Pendapat tiap orang pun bisa berlainan. Bagi beberapa orang, kemajuan atau kesuksesan berarti meraih trofi atau cukup finis di empat besar. Untuk sebagian orang, kemajuan berarti mengalami musim yang lebih baik terutama di liga, mencetak lebih banyak gol, memainkan sepakbola dengan taktik yang jelas dan kualitas skuad semakin meningkat. 

Prestasi di Liga Sedikit Meningkat
Bersama Rodgers, prestasi Liverpool di liga pada musim 2012/13 sedikit mengalami kemajuan dibandingkan musim sebelumnya. Mereka finis di peringkat ketujuh dengan 61 poin dan mencetak 71 gol serta kebobolan 43 gol. Di musim 2011/12, mereka finis di peringkat kedelapan dengan 52 poin dan hanya mencetak 47 gol tapi kebobolan 40 gol, tiga gol lebih baik dibandingkan musim 2012/13. Hanya Chelsea yang menggungguli Liverpool sebagai tim yang mendulang poin lebih banyak dibanding musim sebelumnya. Lini belakang memang kerap melakukan kesalahan mendasar yang membuat Liverpool kehilangan banyak poin dalam posisi unggul lebih dulu. Di luar itu, permainan mereka menjadi lebih menyerang dan terpola. 

Pola permainan yang lebih mengandalkan operan pendek dari kaki ke kaki awalnya memang berjalan kurang lancar, banyak pemain yang kesulitan beradaptasi dan canggung memainkan pola tersebut. Perlu waktu sampai setengah musim untuk membuat para pemain terbiasa dengan taktik terapan sang pelatih. Faktanya, Liverpool hanya mengalami tiga kekalahan dalam 19 laga terakhir serta bermain lebih solid dan konsisten dibandingkan paruh musim pertama. Rodgers juga bisa membela diri kalau ia diwariskan skuat musim lalu yang didominasi pemain-pemain asal Inggris Raya dengan nilai transfer besar, seperti Stewart Downing, Andy Carroll, Charlie Adam dan Jordan Henderson. Carroll dan Adam pun dilepas, sedangkan Downing dan Henderson justru lebih berkembang di bawah arahannya. 

Pemain utama rekrutan Rodgers, Joe Allen dan Fabio Borini belum memberikan kemampuan terbaik terutama Borini yang sempat dua kali mengalami cedera serius. Sementara Nuri Sahin yang dipinjam dari Real Madrid kurang bisa beradaptasi dan dilepas di pertengahan musim. Usaha untuk mendatangkan Clint Dempsey untuk melapis Suarez dan Borini mengalami kegagalan karena petinggi klub kalah cepat dengan Tottenham yang akhirnya mendapatkan pemain asal Amerika Serikat tersebut. Kejelian Rodgers baru terbukti di bursa transfer Januari saat mendatangkan Daniel Sturridge dari Chelsea dan Philippe Coutinho dari FC Internazionale. Keduanya langsung mengangkat performa tim dan menjadi pemain utama. Kemajuan lainnya adalah banyaknya pemain muda yang diberi kesempatan bermain dan sebagian dari mereka menunjukkan prospek yang cerah. 

Pemain Muda & Pemain Baru
Pada musim lalu, Liverpool pernah menurunkan tiga pemain remaja (dibawah 20 tahun) sekaligus sebagai starter dalam enam laga. Faktanya, tidak ada tim lain yang pernah menurunkan tiga pemain remaja sebagai starter dalam satu laga pun. Karena itu, di musim ini Liverpool bisa dibilang mempunyai kedalaman skuat yang cukup bagus. Pemain muda seperti Andre Wisdom, Raheem Sterling dan Suso bisa menjadi pemain pelapis dengan pengalaman bermain cukup banyak di liga. Rodgers yang menilai skuat di musim lalu tidak punya pelapis yang cukup banyak, sudah mengambil langkah cepat dengan mendatangkan empat pemain baru yaitu Simon Mignolet (kiper), Kolo Toure (bek tengah), Luis Alberto (gelandang serang, penyerang sayap) dan Iago Aspas (striker). 

Ia pun masih berencana mendatangkan dua pemain lagi, setidaknya di posisi bek tengah dan gelandang serang. Sayangnya, rencana untuk mendatangkan Henrikh Mkhitaryan dari Shakhtar Donetsk urung terlaksana karena sang pemain lebih memilih bergabung dengan Borussia Dortmund agar bisa bermain di Liga Champions. Ini seharusnya menjadi peringatan atau lampu kuning bagi Liverpool agar pengalaman kegagalan mendatangkan pemain incaran mereka seperti musim lalu tidak terjadi lagi. Kegagalan mendapatkan Mkhitaryan bisa membuat Rodgers mengubah rencananya, apalagi rencana kepergian Suarez semakin mengemuka. Bisa saja ia akan mendatangkan satu pemain belakang dan satu penyerang. Atau tetap pada rencana semula tapi kalau Suarez hengkang maka akan dicari pengganti yang setimpal atau menempatkan Aspas sebagai striker utama bersama Sturridge. 

Masa depan Suarez memang harus segera diputuskan agar tidak mengganggu persiapan tim menghadapi musim baru. Secara umum, skuat Liverpool sudah cukup dalam dan lengkap, sambil menanti kemungkinan datangnya pemain-pemain baru untuk menamnbah kekuatan tim. Peran Rodgers tentunya sangat penting dan beban akan semakin bertambah. Para fans tentunya berharap performa dan prestasi akan lebih meningkat karena sang pelatih sudah diberi cukup kesempatan untuk beradaptasi dan membangun tim. Rodgers diharapkan banyak belajar dari pengalaman musim lalu. Liverpool beberapa kali menampilkan permainan atraktif apalagi saat menghadapi tim-tim papan atas yang bermain lebih terbuka, tapi sering kesulitan menghadapi tim yang mengandalkan keunggulan fisik dan bermain bertahan. 

Taktik Lebih Variatif
Lini pertahanan jelas harus lebih solid dan mengurangi kesalahan-kesalahan konyol. Tapi Rodgers juga akan memperhatikan sektor gelandang bertahan karena tim lawan seringkali terlalu gampang membuat serangan balik saat timnya gagal membangun serangan. Lucas Leiva diharapkan akan kembali ke performa terbaiknya dan tidak langganan cedera seperti dua musim sebelumnya. Sedangkan Allen yang disiapkan sebagai pelapis belum tampil konsisten. Sebagai mantan anak buahnya di Swansea, Rodgers tentunya harus bisa memoles gaya permainan Allen agar bisa lebih beradaptasi dengan rekan setimnya. 

Secara taktik permainan, pelatih kelahiran 40 tahun lalu itu setidaknya punya skema yang lebih variatif dibandingkan Dalglish maupun Roy Hodgson. Setidaknya ada tiga formasi yang cenderung sering diterapkan oleh sang pelatih. Saat melawan tim papan bawah atau kekuatannya sedikit di bawah timnya, Rodgers biasanya memilih formasi 4-2-4 yang tentunya lebih mengutamakan penyerangan dengan menempatkan dua striker dan dua pemain sayap. Dua pemain sayap itu lebih diutamakan untuk membantu serangan sambil sesekali membantu dua gelandang tengah untuk mencegah lawan melakukan serangan. 

Saat bertemu tim yang kekuatannya dinilai seimbang atau sedikit lebih lemah, maka Rodgers biasanya memasang formasi 4-2-3-1. Sedangkan saat menghadapi tim yang lebih kuat atau papan atas, maka formasinya menjadi lebih bertahan yaitu 4-5-1. Suarez biasanya diplot sebagai striker tunggal, sedangkan lima pemain tengah hampir semuanya bertipe penyerang, kecuali Lucas. Hal-hal lainnya yang harus ditingkatkan Rodgers adalah pemanfaatan tendangan sudut yang masih sangat minim. Musim lalu, Liverpool termasuk tim yang terbanyak mendapatkan tendangan sudut, tapi juga termasuk tim yang terburuk dalam memaksimalkan tendangan sudut menjadi gol. 

Kelemahan dalam bola-bola atas harus segera dibenahi baik dalam saat menyerang maupun bertahan. Absen di kompetisi Eropa bisa membawa makna positif, yaitu bisa lebih fokus di kompetisi domestik terutama di liga. Rodgers harus mengubah kekecewaan dengan hasil positif seperti meraih poin sebanyak mungkin di awal musim. Dari segi skuat dan permainan, mereka sudah mempunyai modal yang bagus dan sepertinya berada di jalan yang tepat. Ide, taktik dan keputusan cemerlang Rodgers akan sangat dibutuhkan Liverpool untuk menuai hasil yang lebih baik di musim 2013/14 ini.

0 komentar :

Post a Comment